sekali lagi dalam hati sang istri berdoa dan menguatkan tekadnya, “semoga baik2 saja ya Allah… bismillahirrahmanirrahiim.”
“soal pertanyaan mas tadi pagi itu.”
“oohhh… itu aku sudah melupakannya kok sayang, aku hanya iseng aja tanya dan cari2 bahan pembicaraan kita.”
“gak mas!, aku belum bisa melupakannya.
menurutku itu juga bukan hal iseng, mas bilang gitu karena gak mau aku jadi marah kan?
aku mau bilang sesuatu, terserah mas mau menanggapinya seperti apa”
nada bicara tinggi tanda serius dari si istri membuat si suami meletakkan buku bacaan tebalnya diatas ranjang tempat mereka duduk sekarang, lalu diikuti dengan meletakkan kacamata diantara halaman yang terakhir dibacanya. dibiarkan buku tebal itu terbuka mendengar pembicaraan mereka selanjutnya.
“mas soal kemiripan wajah anak pertama kita itu memang tidak ada yang mirip dengan siapapun diantara keluarga kita.”
“lalu mirip siapa dong sayang?”
“dia… mirip laki-laki yang pernah kucintai sebelum mas menikahi aku.”
sang suami termenung sejenak. seakan sedikit menggeser beban dihati, dia berusaha menimpali dengan kalimat yang menenangkan diri sendiri.
“oohh… pantesan dia jadinya kayak orang indo turunan eropa, punya hidung mancung dan postur tinggi besar. laki2 sebelum aku juga begitu kan posturnya?”
“iya mas.
tp aku gak selingkuh dengan dia mas,
bahkan sebelum menikah dengan mas pun aku gak pernah melewati batas2 agama.
saat aku menikah dengan mas, dia sudah pindah di kota lain dan sejak saat itu sampai sekarang aku gak tahu keberadaannya dimana.”
“aku percaya sayang.
malam pertama kita kan kamu juga masih berdarah 🙂 ”
“hiiihhh… masak itu aja sih yang diingat,
jadi mas sekarang percaya kan kalo itu darah daging mas?”
“loh kan aku sudah bilang tadi pagi, kalo aku gak pernah meragukan kesetiaanmu.”
“tapi kok bisa mirip dengan laki2 sebelum mas ya?”
“hmm… dulu dikisahkan,
ada salah seorang sahabat yang berkulit putih dan istrinya juga berkulit putih,
tapi ketika istrinya melahirkan salah seorang anak mereka ada yang berkulit hitam.
Sang suami mulai menuduh istrinya dengan yang tidak2.
Singkat cerita mereka membawa ke ahli nasab di kala itu.
Kalo sekarang ya kayak tes DNA lah.
Hasilnya diketahui bahwa anak itu seratus persen keturunan suaminya.
Lalu sang ahli nasab menanyakan ke suami itu,
“apakah di kamar kalian ada gambar laki2 lain?”
“hmm… ada sih pak, lukisan prajurit afrika berkulit hitam yang sangat gagah, dipasang tepat menghadap ranjang kami”
“ya, mungkin saat kejadian itu istrimu sedang melihat dan membayangkan prajurit afrika yang gagah itu, sehingga anakmu menjadi seperti ini.”
kejadiaan seperti itu bisa saja sayang, bahkan ketika orang hamil sering membayangkan atau melihat laki2 lain, bisa jadi anaknya ada yang ikut seperti apa yang dibayangkan.”
“jadi malam pertama kita, kamu pejamkan mata itu membayangkan laki2 itu ya?”
“yeee… aku malam itu gak sempet bayangin apa-apa mas.
aku pejamkan mata itu nahan sakit mas.
mas sih pake langsung maen serbu aja.”
“wkaakakk…. oohhh sakit toh sayang?, maaf-maaf… 😛 ”
“iya gpp, toh mas waktu itu langsung berhenti dan besoknya aku datang bulan hingga aku bisa istirahat beberapa hari.”
“berarti dihari-hari lainnya ya yang”
“apanya mas?”
“ya pas berhubungan, pas kamu bayangin laki2 itu.”
“iya mas, aku minta maaf ya mas.
aku masih saja mengingatnya walau sudah bersama mas.
walau menurutku mas adalah laki2 terbaik yang pernah dikaruniakan padaku oleh Allah dalam hidupku,
tp ingat gak pas berhubungan, eehh… tp mungkin pernah juga sih 😦 ”
“apakah sampai sekarang masih saja ingat dia?”
Dengan rasa takut dan putus harapan sesaat, sang istri menjawab pasrah dengan menundukkan kepala dan mata berkaca-kaca.
“kadang2 sih mas.”
tik tok tik tok tik tok…., jam dinding menyerobot masuk dalam dialog mereka saat kebisuan menyapa keduanya, mengingatkan sang istri bahwa pengakuannya bisa berakibat fatal untuk hubungan mereka berdua.
“sekarang terserah mas mau apa dengan kondisi ku yang seperti, dengan kondisi hatiku yang seperti ini.
aku paham kalo aku sudah menduakan mas dengan laki2 lain.
aku sudah berdosa dengan cara seperti ini.
kalo mas mau menceraikanku karena ini, aku terima.
kalo mas mau memadu aku sebagai balasan atas perbuatanku ini, aku terima.
tp kalo mas mau memaafkan aku, itulah harapan yang paling ingin aku terima.”
sejurus kemudian dipandangnya istri yang sedang jujur dihadapannya, tubuh mungil istrinya tampak sedikit bergetar, tampak sedikit basah seprei tempat tidur mereka tepat dibawah dagu istrinya yang sedang menunduk. Kalo itu ditelusuri ke atas, sumber air itu adalah mata istrinya.
laki-laki tinggi kurus, tapi terlihat kuat itu mulai tampak berpikir keras. berusaha merangkai kata yang pas buat istrinya dan kelanggengan keluarga yang dibinanya selama sepuluh tahun belakangan dan yang pasti dia tidak akan mengeluarkan kata2 yang mengingkari hatinya dalam momen keterbukaan antara suami istri karena itu juga akan menyalahi prinsip dalam diri yang ia terapkan selama ini.
“sayang… cintamu yang panjang tak mengenal waktu pada laki2 itu adalah bukti bahwa kamu dulu tulus mencintainya.
dan aku gak bisa apa2 kalo memang itu ada dihatimu.
aku gak bisa memaksamu mencintaiku seperti kamu mencintai dia.
tp aku mohon belajarlah terus untuk mencintaiku.
kamu masih ingatkan?, perjalanan cintamu bersama laki2 itu.
hingga kamu jadi sangat mencintainya?
“masih mas, emangnya kenapa?”
“kalo kamu masih ingat, setidaknya kamu juga tahu cara mencintai aku hingga bisa seperti itu, bahkan kalo bisa lebih karena aku sekarang adalah laki2 yang halal buatmu.”
Kalimat terakhir itu cukup melegakan hati karena ternyata suaminya tidak marah besar padanya hingga sang istri sanggup menatap kembali wajah suaminya sedikit demi sedikit.
“iya.. terima kasih mas mau mengerti aku,
tp mas soal anak pertama kita yang terlanjur seperti itu gimana?
apakah mas akan bertindak tidak adil padanya?
apakah mas tidak akan bisa lepas menyayanginya seperti mas katakan pagi tadi?
aku nyesel hingga dia tidak mirip dengan mas.”
“sayang… jujur padaku, apakah sampai sekarang kamu masih merindukannya?”
“ehhmm… kadang2 aku masih rindu padanya mas.”

“ya.. mungkin itulah hikmah dari semua ini sayang.
Allah karuniakan putra pertama kita yang mirip dengan laki2 yang pernah kamu cintai.
saat dirimu haus akan kerinduan padanya, kamu bisa minum dari sungai kecil yang mengalir pada diri anak pertama kita. hingga lepas dahaga rindumu lalu kamu lanjutkan kisah hidup bersamaku. Soal perkataanku pagi tadi yang bilang tidak akan lepas menyayanginya itu hanya sedikit intimidasi biar sayang mau ngomong, tp kayaknya tadi pagi sayang belum siap, maaf ya yang.”
“iya, apa mas gak cemburu, marah atau benci ketika melihat putra pertama kita?”
“nggak sayang… aku nggak marah, kalo cemburu iya karena aku mencintaimu, tp aku akan berusaha bersikap adil diantara anak2 kita karena jelas2 itu darah dagingku, darah daging kita, dan dia tidak tahu menahu soal ini.”
“mas sekali lagi aku mau jujur dan minta maaf kepada mas.”
“tentang apa sayang?”
“tentang rasa rinduku, aku terkadang merindukan pria lain itu, tp tidak pernah merindukan mas sebagai suamiku.”
“wkakakkk….. :lol:”
“loh kok malah ngakak sih mas?”
“kamu tahu rindu itu kenapa dan kapan munculnya?”
“rindu itu kadang-kadang munculnya dan begitu saja munculnya mas.
o iya aku juga mau tanya sebabnya napa mas gak marah, malah ketawa ngakak seperti tadi?”
jawaban polos istri yang dulu gak pernah meletakkan pantat di bangku kuliah itu sungguh membuatnya semakin sayang pada istrinya yang memilih mengikuti kursus tata boga dan mengembangkan hobi memasaknya.
“hehhh… sayang sih adonan tepung mulu yang dipikir.”
“loh mas kok aneh?,
lah emang apa kaitan adonan tepung dengan rinduku?”
“gak… maksudku, untuk menjawab pertanyaan tentang rindu itu ya dipikir sejenak dong.”
“oohh… jadi mas bilang karena aku gak pernah kuliah aku goblok dan jawabnya salah?”
“eeehhh… gak gak sayang, bukan gitu maksudku.
ya udah-udah… itu tadi rindu versi kamu sayang.
kalo rindu versiku akan sedikit kuterangkan ya..”
dengan otot wajah yang mulai rileks, sang istri tersenyum lega,
“iya silahkan, tp jangan nyerempet2 kuliah lagi ya mas”
“yeee.. kan sayang sendiri tadi yang merasa gak kuliah.
udah2 begini…. sayang pernah kan piknik di suatu tempat yang indah?”
“iya mas pernah setahun yang lalu kita sekeluarga pergi bareng bapak ibu ke kepulauan wakatobi di sulawesi tenggara, lautnya, pantainya, ikannya… ahhh, semuanya indah.
Pengin rasanya aku kesana lagi mas.
Ayo mas kapan kesana lagi?”
“ya kapan2 sayang kalo proyekku kelar”
“hu uh.. kapan kelarnya mas?”
“ya mungkin setahun lagi.
terus meski indah gitu pengin gak sayang pindah jadi penduduk sana dan menetap di kepulauan itu?”
“gak ah mas, aku lebih senang di jogja.
meski jogja gak punya keindahan alam seperti itu tapi aku tetap akan tinggal disini daripada disana.
Jadi tentang rindu tadi mas… ? ”
“sayang rindumu pada laki2 lain itu seperti rindumu pada kepulauan indah wakatobi di sulawesi tenggara tadi.
rindu itu muncul karena kamu pernah merasakan sensasi indah dan menyenangkan dihatimu dan kamu pernah merasakan itu bersama laki2 selain aku, wajar kalo kamu punya rindu atau kangen untuk dia. Kalo untuk kepulauan wakatobi kita masih bisa mengobati rindunya dengan melihat foto2 indah hasil jepretan bapak yang emang hobi fotografi, tp kalo kamu yang sudah gak tahu dimana lagi akan melihat kerinduanmu yang lalu pada sosok laki2 lain itu, ya Alhamdulillah kesalahan lamamu membawa hikmah untukmu saat ini, hingga ketika datang rasa itu kamu bisa memandang putra pertama kita.
seandainya kamu jumpa lagi dengan laki2 itu, aku yakin kamu pasti akan senang, dag dig dug.
tp apa terus kamu mau beralih menjadi istri laki2 itu?
apa kamu mau meninggalkan aku sendiri?
apa kamu mau anak-anak kita mendapat kasih sayang dari laki2 laen yang belum jelas bentuk sayang seperti apa buat anak-anak yang butuh sebuah teladan? aku gak mengklaim diriku ini satu2nya teladan yang baik buat anak2 kita, tp diteladanku ada cinta yang mengalir lembut diantara keluarga ini.
kalo kamu memilih meninggalkan aku, itu sama seperti kamu akan pergi ke kepualauan yang indah itu sendirian.
percayalah.. disana kamu akan menemukan bentuk kerinduan yang baru, rindu padaku, rindu pada keluarga kita, rindu pada rumah ini.
aku ngomong begini karena aku tahu istriku itu seperti apa.
sepuluh tahun lebih kita bersama, aku gak cm mengingat tentang hubungan badan kita.
aku melihat pribadimu, dan aku menilai kamu adalah wanita shalihah, dan ketika aku bersamamu aku seakan bersama bidadari surga.”
sang istri terlihat mengangguk-anggukkan kepala, tanda setuju dengan penjelasan suaminya.
Ia tidak bisa menolak masuknya penjelasan itu karena suaminya membawa tiket masuk ke dalam hatinya.
Sebuah tiket pujian sebagai bidadari surga !! 🙂
“tapi kenapa aku gak rindu sama mas?”
“ya kalo sayang ada dikepulauan wakatobi apa sayang sempat rindu dengan tempat itu?
sayangkan setiap hari selalu bersamaku, aku programmer yang kerja dari rumah dan sayang sekarang punya katering yang bisa dikelola dari rumah juga, wajar kalo kamu gak pernah rindu padaku, wong kita gak pernah berpisah lewat tiga hari. wkakakkk…. 😆
mendengar penjelasan singkat dan jelas dari sang suami, serasa beban yang selama ini dipikul olehnya telah pindah ke tempat yang semestinya hingga wanita itu merasa ada ruang luas dihatinya. sambil menarik nafas dalam2 iapun tersenyum lebar kepada suaminya. Belum juga sampai bibirnya menyelesaikan satu senyuman bahagia, tiba2 tubuh mungilnya ditarik lembut oleh tangan panjang suaminya hingga kini tidak ada celah diantara tubuh mereka. “Cup” sebuah kecupan sayang suami mendarat di kening sang istri.
“mas.. terima kasih.
mas udah mau mengerti aku dan memberiku ruang pribadi untuk sebuah rindu yang terlarang.
ngomong2 kenapa mas bisa sampai paham seperti itu.”
“Aku lebih tua dari kamu sayang, aku sudah melewati masa kebimbanganku.
waktu itu aku curhat dan diskusi bareng teman dekatku karena waktu itu aku belum punya istri.”
“kalo untuk aku, berarti aku bisa juga curhat bareng temanku mas?”
“betul.. dan aku adalah salah satu teman dekatmu dalam hidup ini.
aku lah tempat curhatmu dan tempat berbagi rahasiamu.”
“eehh…. bentar2… jangan2 mas juga punya wanita lain yang dirindui ya?
kok bisa sangat paham tentang rindu2 tadi mas?
hayo ngaku mas? iya gak mas?”
pertanyaan tadi sekali lagi membuat sang suami ketawa untuk menutupi sesuatu.
“wkakakkk… bisa aja sayang tanya kek gitu :-P”
“ya sudah.. nanti kalo mas siap, pasti akan mengatakannya padaku.”
“kamu pintar sayang.
analisismu tepat, kebetulan sungai kecilku tergambar jelas padamu……..”
bukan kecupan yang diterima suami seperti yang tadi diterima sang istri, melainkan sebuah cubitan kecil di rusuk kirinya.
“ooww… sakit sayang, kamu itu terbiasa memilin adonan, cubitanmu itu kuat sekali.”
“habisnya mas bikin aku gemes… udah aku ketakutan ngaku2 pria lain, gak taunya mas juga gitu.”
“hahah….. iya deh ampuunn.. yang 😆 ”
Sekarang sang istri merajuk karena merasa dikerjai oleh suaminya. Mulutnya sedikit monyong dengan mata sedikit berapi-api, tapi tidak sampai keluar tanduk dari kepalanya :-P. Sang suami merasa kini bagiannya aktif merayu, sambil dibelai mesra rambut panjang istrinya ia berkata seakan mengalihkan salahnya yang bisa dibongkar lebih jauh.
sayangku… masa lalu kita biarlah apa adanya.
kita gak bisa melupakannya kecuali salah satu diantara kita gila.
masa lalu itu, membentuk dan menjadi bagian dari kita.
yang terpenting dari itu adalah kita bisa mengambil hikmah dan pelajaran serta memaafkan sesuatu yang mungkin menyakitkan dalam proses itu.”
Bersyukur ternyata sang istri juga ingat salahnya, hingga tidak sampai saling menyalahkan lebih jauh.
“hu um.. mas.
ternyata kita sama.
makasih penjelasannya ya mas”
“sama2 sayang”
beberapa menit kemudian mereka terdiam, lalu sang suami bergerak memindahkan buku yang menguping obrolan mereka sedari tadi. mengangkat kacamata, menutup buku tebalnya dan meletakkan di meja kecil disamping ranjang mereka.
“mas udah hampir jam satu pagi.
besok aku harus mengerjakan pesanan kue buat lamaran seseorang.”
“iya kita tidur yuk sayang.”
sang istri tampak sedikit merapikan seprei lalu menyusul rebah disamping suaminya. Tangan sang suami bergerilnya berusaha menemukan tangan pasangan hidupnya di dalam selimut di musim hujan. Sambil meremas-remas telapak kecil yang kasar karena sering bekerja di dapur, ia berkata
“Sayang.. aku cinta kamu.”
“aku pun demikian mas.”